September 2012
Untuk yang terhormat
Bapak Rektor UNSYIAH
Di _
Tempat
Assalamu’alaikum
Wr.Wb
Salam
pak rektor yang sangat saya hormati dan saya muliakan, dalam kesempatan ini
saya ingin menyampaikan beberapa hal yang saya anggap penting untuk bapak
ketahui dan mudah-mudahan ini menjadi renungan kita bersama untuk berbenah.
Saya bukan seorang ilmuan ataupun seorang pengarang novel yang punya tulisan
bagus, saya hanya manusia biasa yang tak luput dari dosa mencoba menceritakan
hal-hal penting yang harus kita ketahui bersama. Dengan bahasa yang maaf pak,
mungkin bahasa yang sanagat pasaran. Yah ini seperti cerita tak penting pak.
Tapi, harus di baca karena sesuatu yang kita anggap tak penting mungkin itu
bisa sangat berarti. Saya mulai cerita saya ini.
Keadaan universitas. Sampah,
Parkir, dan Kehidupan Sosial
Bukan
rahasia umum lagi kan pak, bahwa universitas kita ini adalah universitas
jantong hate rakyat Aceh. Sudah jelas bahwa jantung adalah komponen paling
berpengaruh dalam kehidupan manusia. Jika jantung tak lagi berdetak maka
matilah sebuah kehidupan. Terus mau dibawa kemana slogan Universitas kita ini
pak? Tak terbesit kah di benak bapak setiap kali melintas jalan menuju kantor
yang mewah tempat bapak bekerja, di pinggiran jalan terlihat banyak warna-warni
yang sanggat mengganggu. Saya teringat sewaktu masa kanak-kanak ada lagu yang
sanagat bagus liriknya “pelangi-pelangi alangkah indanya merah, kuning, hijau
di langit yang biru pelukismu agung siapa Gerangan pelangi-pelangi ciptaan
Tuhan” nah, agaknya lirik itu juga cocok untuk kondisi Universitas kita hanya
tinggal coret sedikit kata-katanya dan diganti dengan “sampah-sampah yang
berserakan alangkah mengganggunya merah, kuning, hijau di pinggiran jalan
bentukmu nyata siapa gerangan yang bertanggung jawab”. Ya jika bapak menjawab
ini adalah tanggung jawab bersama, itu adalah jawaban yang sangat bijak. Tapi,
sudahkah sarana dan prasarana pembuangan sampah sudah memadai? Untuk masalah
sampah yang berserakan mudah sih sebenarnya. Salah satunya ya di buat tempat
pembuangan sampah di setiap sudut jalan yang memang adalah tempat pembuangan
sampah. Ini saya lihat di sepanjang jalan Universitas kita tak ada tong sampah
yang menadah sisa pembuangan, jelas saja tanah di pinggir jalan yang tak
bersalah sebagai korban tempat pencampakan sampah yang sudah tak berguna lagi
menurut sebagian orang. Kemudian jangan tergantung pada truk pengangkut sampah
yang di sediakan oleh pemerintah tapi kita harus punya truk penggangkut pribadi
milik Universitas yang rutin mengutip sampah di tong-tong sampah itu setiap
hari. Jadi, tak ada lagi sampah yang berserakan di pinggir jalan. Oh, sudah ada
ya truk penggangkut sampah milik Unsyiah? Kok saya gak pernah liat ya? Wah
ketinggalan zaman banget ya saya. Oh, belum ada ya. Kayaknya cocok ini diadakan
jadi ada penaggulangan samapah secara refresif setalah penaggulangan secara
preventif sudah dilakukan dengan mengadakan tong sampah di setiap sudut yang
rawan sampah. Wah terlalu dilematis ya pak Unsyiah ini kalau biasanya yang
rawan itu rawan kecelakaan, rawan bencana dan rawan perampokan nah di Unsyiah
ini kita ada rawan sampah.
Parkir?
Pernahkah terbesit di pikiran bapak tentang kata itu? Terus hanya berpikir
untuk menyediakan lahan parkir gratis tanpa memikirkan dampak yang terjadi.
Parkir gratis! Itu sangat perlu pak, apalagi bagi mahasiswa Unsyiah yang
tinggalnya ngekost dengan tidak membayar parkir maka mengurangi sedikit beban
pengeluaran perharinya tapi caranya saya anggap sedikit salah bukan penyediaan
lapangan baru atau pembutan area gratis parkir hanya di satu tempat saja. Tapi,
seharusnya di semua fakultas sudah harus diterapkan gratis parkir dan tanpa
harus mengusir tukang parkir. Gaji donk tukang parkirnya perbulan dengan gaji
yang setimbal, dengan penghasilan seperti ia mengutip dana parkir seribu rupiah
untuk satu kendaraan. Dengan begitu, mahasiswa mendapatkan fasilitas parkir
gratis dan kendaraan yang di parkir tetap terjaga dan ada yang bertanggung
jawab setiap ada kehilangan dan area parkir tidak carut-marut, malang melintang
kareana ada yang mengatur parkir dengan gaji bulanan, dengan begitu insya Allah
akan tercipta sedikit kerapian pemandangan kendaraan di setiap tempat-tempat
parkir. Bukan membebaskan biaya parkir dengan area yang tak terjaga sehingga
kendaraan tidak aman seperti yang saya baca dari pers detak ada mahasiswa yang kehilangan
kendaraannya di area parkir gratis semoga menjadi pertimbangan.
Setiap
umat muslim adalah saudara, tapi sepotong kutipan ayat al-qur’an tersebut belum
sepenuhnya dapat terwujud secara mengeneral di lingkungan hidup kita, ini
terbukti dengan adanya blog-blog khusus di setiap Fakultas bukankah semua
Fakultas bernaung dalam satu Universitas yaitu Syiah Kuala namun haruskah kita
memandang Fakultas itu lebih berkelas dan yang lainnya tak berkelas? Saya kira
di awal masuk kuliah sudah sangat baik setiap mahasiswa dari seluruh Fakultas
di kupulkan menjadi satu dalam ruang untuk dikenalkan tentang Universitas
Jantong Hatee rakyat Aceh ini. Nah, apakah acara itu hanya sebagai sebuah
seremoni belaka? Jika ya jawabnya, sia-sialah kerja panitia yang bergabung
disana. Seharusnya bapak membuat SK (Surat Keputusan) kepada seluruh fakultas
untuk saling berinterkasi bukan hanya secara akademik saja tapi hal-hal dalam
kehidupan sehari-hari. Seperti membuat ceramah mingguan ataupun bulanan yang
pesertanya bukan hanya dari satu Fakultas yang sama tapi dari seluruh Fakulatas
dengan perwakilan dan terus bergiliran. Program UP3I saya rasa juga hanya
serangkaian seremoni untuk mendapatkan nilai matakuliah agama saja. Jadi hal
itu tidak cukup untuk menambah kedekatan kita sesama muslim dan program itu
hanya untuk satu jurusan, jadi kami hanya mengenal mahasiswa yang hanya dari
jurusan kami. Kemudian acara-acara sosial yang di lakukan seperti bakti sosial
yang saya rasa sudah ada tapi ini harus benar-benar di buat bukan hanya
mengatas namakan lembaga kemahasiswaan tertentu tapi dibuat sunguh-sungguh
untuk memupuk rasa kebersamaan dan saling memilki antara satu dengan yang
lainnya. Atau bapak juga bisa membuat SK yang seperti di sekolah-sekolah dasar
yang membuat operasi semut. Yah, walaupun kita adalah orang yang intelegentnya
tinggi kita juga harus bisa belajar dari anak-anak kita lihat bagaimana sistem
di sekolah dasar untuk membersihkan sampah dari kelas satu samapai kelas enam
mereka bersama-sama mencari sampah di lapangan dengan begitu satu sama lain
saling berinterksi dan mengenal saya kelas satu, saya kelas dua, dan
seterusnya. Nah, sistem ini saya kira juga bisa kita terapkan pak untuk
mengasah persatuan dan kesatuan kita dari hal-hal yang kecil. Jadi, mahasiswa
beramai-ramai berkumpul menjadi satu bukan hanya pada saat demo dengan
kebijakan yang dianggap tak sesuai. Tapi, mahasiswa bersatu dalam hal-hal yang
lebih positif seperti membersihkan sampah di lingkungkung Universitas jantong
Hatee Rakyat Aceh ini dan banyak hal-hal positif lainnya yang dapat dilakukan
untuk memupuk kebersamaan kami sebagai manusia asal ada pemimpin yang mampu
mengajak untuk bersatu dalam kebaikan.
Beasiswa oh beasiswa
Saya
sedikit ingin mengomentari mengenai beasiswa yang di keluarkan oleh Unsyiah ini
pak, banyak beasiswa yang mengharuskan mahasiswa mengurus surat administrasinya
dengan menunjukan surat miskin. Namun, saya melihat banyak mahasiswa yang mampu
kehidupan ekonominya juga ikut mengurus beasiswa ini. Ini menjadi kerja yang
sedikit berat bagi para anggota birokrat untuk beasiswa yang mengatas namakan
kemiskinan, harus benar-benar mempunyai tim survey lapangan yang cukup agar
dana yang di khususkan untuk keluarga tak mampu tidak jatuh ketangan yang
salah. Fine-fine saja sebenarnya, tapi bukankah ini sedikit menzalimi, dimana
saat pengurusan ada mahasiswa yang benar-benar miskin tak lulus seleksi hanya
karena tak ada 3D adalah istilah orang desa yang berarti Deking, Dana, dan
Dukun Untuk menembus beasiswa yang seharusnya menjadi haknya. Saya harap ini
menjadi PR bapak untuk meninjau ulang kembali, sudahkan dana miskin yang di
berikan pemerintah benar-benar tepat sasaran? Saya bukan berkata bohong
(ulok-ulok) ini real terjadi pada diri saya sendiri. Sebenarnya saya tidak mau
dikatakan miskin tetapikan ukuran miskin itu ada beberapa aspek kenapa
seseorang dapat dikatakan miskin yakni miskin ekonomi, sosial bahkan miskin
iman menjadi patokan seseorang dapat dikatakan miskin. Nah secara ekonomi kalau
boleh di data dengan statistik saya adalah orang yang berada di bawah garis
kemiskinan. Kenapa saya katakan begitu, karena orang tua saya hanya tinggal
ibu, rumah menumpang dan bekerja sebagai buruh itu secara ekonomi dengan
perhitung statistik. Tapi, jika saya ukur dengan rasa syukur saya terhadap
nikmat Allah saya adalah orang yang sangat kaya karena saya tak perlu mendapat
beasiswa miskin saya tetap mampu membayar SPP dan membiayai kehipan
seharai-hari. Wah maaf ini pak saya jadi curhat, mungkin saya hanyalah satu
dari beribu mahasiswa miskin yang membutuhkan bantuan secara finansial namun
tak mendapatkan haknya. Malah orang yang lebih mampu secara ekonomi mendapatkan
bantuan itu. Nah, kasus ini harus menjadi renungan bapak bagaimana caranya dana
bantuan miskin benar-benar jatuh ketangan yang benar. Bukan karena adanya 3D
yakni Deking, Dana, dan bahkan Dukun hehehe.
Ok
saya kira dari saya itu saja pak, terimakasih atas waktu bapak untuk
menyempatkan membaca tulisan tak berarti saya ini. Saya ulangi bahwasannya saya
ini hanyalah manusia biasa yang tak luput dari dosa dan kita sebagai umat nabi
Muhammad dan hamba Allah yang selalu ingin mendapatkan keridhoaan-Nya haruslah
saling mengingatkan sebagai mana ayat al-‘ashr (1-3) “demi masa, sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran”
maha benar Allah dengan segala firman-Nya.
Demikian
surat saya ini saya tuliskan, saya ucapkan ribuan terimaksih atas kesedian
bapak untuk membacanya. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya. Amin ya rabbal
alamin..
Wassalam...
Hormat
saya,
Mahasiswa
FISIP UNSYIAH
Jurusan
Sosiologi
Suherman
Sinaga
|
|