Sabtu, 05 November 2011

CERPEN "DAGING QURBAN"


Daging Qurban

Di zaman yang serba sulit seperti sekarang ini jangankan mau beli barang-barang mewah, untuk makan saja susah hal ini yang di alami Maisarah janda tiga anak yang di tinggal kawin suaminya. Sejak setahun yang lalu di tinggal suaminya tidak ada niat dalam dirinya untuk kawin lagi, yang ada dalam benaknya hanyalah mengurusi anak-anaknya yang masih kecil. Ia selalu berpikir bagaimana badannya agar tetap sehat supaya dapat terus bekerja untuk memberi makan kepada anak-anaknya yang masih kecil-kecil itu.
Hari itu bertepatan tanggal 8 zulhijah, itu berarti dua hari lagi akan berlangsung idul adha atau hari raya haji yang biasanya di tandai dengan adanya qurban. Namun, tak sepeserpun Mai begitu ia akrab di sapa memegang uang untuk persiapan lebaran itu. Anak-anaknya merengek ingin dibelikan baju baru seperti teman-temannya yang lain sudah memamerkan kepada mereka.
Hari semakin dekat dengan lebaran, Mai makin gelisah sampai-sampai tak bisa tidur melihat wajah anak-anaknya yang tertidur pulas. Pukul tiga pagi ia terbangun dari tidur yang sekejab dan mengerjakan shalat tahajud tak lelah ia menadahkan tangan berdo’a pada yang kuasa di malam yang dingin itu. Ia memohon agar terhindar dari kesusahan yang di alaminya, kemudian ia berniat untuk berpuasa, dilihat beras dalam karung hanya cukup untuk makan satu orang dewasa ia berpikir kalau beras itu dimasak untuk makan sahurnya maka esok anaknya akan kelaparan, dan iapun hanya sahur dengan segelas air putih.
Ke esokan harinya Mai pergi untuk mencari nafkah, Mai mengais tumpukan sampah yang bau dan kotor. Keringatnya mengucur deras di bawah teriknya matahari. Mai masih saja terbayang-bayang rengekan ke tiga anaknya yang minta di belikan baju baru dan dapat makan enak di hari lebaran seperti yang dipamerkan teman-teman sepermainan mereka. Ia sangat kelelahan seperti tak tahan berada di bawah panasnya matahari yang membakar tubuhnya, alhasil ia pingsan tidak seorangpun yang tahu keadaannya hingga akhirnya ia tersadar sendiri.
Kaetika hari sudah petang, ia tersadar dari pingsannya. Tak sepeserpun uang ia dapat hari itu, sementara anak-anaknya sudah kelaparan menunggu kepulangannya berharap ia mambawa makanan. Setibanya di rumah ia merasa sangat miris melihat anak-anaknya yang sangat kelaparan, itu terpancar dari wajah mereka yang lemas dan pucat. Mau mencari hutangan di kios namun ia sudah tidak di percayai lagi oleh pemilik kios karena hutangnya sudah menumpuk belum dapat di lunasinya. Akhirnya malam ini dilewati mereka dengan perut yang kosong hanya air putih yang mengisi perut kosong mereka.
Sudah tiba hari yang di tunggu-tunggu, di mana orang yang berkecukupan berqurban untuk kaum yang parkir dan miskin. Mai sudah mendapatkan kupon untuk pembagian daging qurban yang akan dibagikan hari itu. Ia sangat senang, sudah tersusun rencana dalam benaknya hari ini ia akan memasak enak untuk anak-anaknya yang memang tidak pernah merasakan makan enak. Selesai melaksanakan shalat ied semua warga miskinn berkumpul dan bedesak-desakan untuk mendapatkan daging qurban. Dengan perjuangan yang keras akhirnya Mai dapat juga bagian daging qurban yang hanya seberat setengah kilogram itu. Ia sangat senang dan bersegera pulang.
Kira-kira seratus meter ia berjalan dari masjid, ia melihat nenek tua menangis. Tubuh nenak itu lemas, bajunya sangat lusuh. Maipun mendekati nenek tua itu dan menanyakan apa yang sudah terjadi kepada nenek itu. Ternyata nenek itu menagis karena tidak kebagian daging qurban. Tak tega melihat nenek tua itu Mai memberikan semua daging yang didapatnya untuk nenek tua itu. Sebenarnya berat hati untuk memberi tetapi ia mencoba iklas karena mendengar cerita nenek tua itu yang kehidupannya lebih menyedihkan dari dirinya, nenek itu mempunyai sembilan orang anak di rumahnya dan mereka belum makan selama dua hari. Dan Mai tersadar bahwa di dalam kesusahannya masih ada yang lebih susah darinya.
Kira-kira 10 meter lagi ia sampai ke rumahnya namun kakinya seperti kaku melengkah menuju rumah, karena ia tidak menepati janjinya pada anak-anaknya untuk memasak makanan yang enak hari ini. Namun ia melihat ada sesuatu yang berbeda, ia melihat anak-anaknya sangat girang tak seperti orang kelaparan dengan rasa penasaran ia terus melangkah menuju rumahnya. Ia sudah sampai di depan pintu rumahnya ia sangat terheran melihat anak-anaknya sudah memakai pakaian baru, terlihat satu karung beras di lantai dan sembako begitu banyak kemudian pandangannya tertuju ke meja makan ada daging yang sudah masak dan harumnya sangat lezat. Beberapa saat ia terbengong hingga anaknya menyadarkannya. Lalu ia bertanya pada anaknya siapa yang memberi semua itu. Kemudia  anaknya bercerita bahwa tadi mereka didatangi seorang nenek tua dan memeberikan barang-barang kebutuhan itu semua kepada mereka dan semangkuk daging itu serta amplop yang berisi uang  cukup banyak. Maisarah bersujud bersyukur kepada Allah dan ia baru sadar bahwa nenek yang di beri daging tadi adalah malaikat utusan Allah yang dikirim untuk membantunya.
Semenjak kejadian itu kehidupan Maisarah berubah drastis kini hidupnya sudah berkecukupan. Uang yang di titipakan kepadanya itu di pergunakan untuk modal dagang dan usahanya itu berhasil. Walaupun sudah hidup senang ia tidak lupa siapa ia yang dulu. Ia tetap rendah hati dan tidak sombong kepada siapa saja. Kini setiap tahun di hari idul adha ia selalu berqurban dan selalu bersedakah untuk orang-orang yang kurang mampu.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar